Bibi Bertangan Satu

Anak semata wayangnya benci dia. Dia tampak seolah sangat memalukan. Dia memunguti bulir padi dan buah sawit yang rontok untuk mempertahankan kehidupan mereka.

Pembunuhan Lanza

Amerika menjabat tangan anda dengan hangat tapi menyembunyikan belati dibalik punggung mereka..

Secangkir cokelat

entah, tapi ada sedih yang tersisa ... ada rasa yang tertinggal ... di ujung jari, ujung lidah, dan pelupuk mata ... entah, ada sebersit wajah, dan ubin-ubiin putih

Asal mula Danau Toba ( Legenda )

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kesendirian dalam merenung

Bening dan lembut Meliuk indah seolah bayangan Putri sungai dengan mata air kecilnya Cantik… bak teratai bermahkota mawar

Kamis, 31 Desember 2009

Pertanda dari alam

Dibelakang rumah saya adalah rumah keluarga pengacara kaya yang ternama ( atau rumah saya yang di belakang rumah sang pengacara … terserah pendapat anda :)).

Dua minggu terakhir saya sering mendengar suara anjing peliharaan mereka. Sangat mengganggu dan bikin penasaran, sebab suara itu bukan gonggongan biasanya melainkan terdengar seperti “tangisan anjing” yang “memelas” sepanjang siang dan malam.

Saya berusaha menganggap itu disebabkan ikatan yang terlalu ketat di lehernya atau mungkin anjing yang sakit gigi … atau apalah yang menyebabkan ketidaknyamanan bagi si anjing.

Selasa 29-12-2009 pkl. 19.00wib,
Saya meminta supaya ibu menanyakan perihal ini kepada mereka karena lumayan mengganggu. Kemudian… Kami mendengar suara burung ramai berkicau selah melintas diluar dan, ibu malah ngomong yang nggak nyambung “coba lihat langit, rembulan setengah dikelilingi cincin awan kuning, itu adalah pertanda dan kamu akan mengetahuinya ketika saatnya akan tiba ”.

Pertanda??? Ahh… ibu sering melihat pertanda ( tapi bukan meramal karena tidak pernah mengatakan yang ini-itu selain ‘pertanda…’)

Bukankah binatang lebih peka pada kejadian alam??? Apakah akan ada gempa? Tsunami? Wallahualam…

===========
Rabu 30-12-2009 pkl 18.00wib,

Saya kehabisan uang tunai dan berjalan ke Anjungan Tunai Mandiri ( ATM ) terdekat. Di perjalanan pulang seekor ayam putih berkokok tiga kali (sesuatu yang langka, ditengah kota pula..) intuisi saya seolah dengan kata2 ibu dan mengatakan “saatnya sudah dekat”.

Pkl 19.00 wib,
Saya nyalakan laptop dan buka e-mail. Dari milis ada 4 judul dengan berita terbaru dan ….

Saya nyalakan tv channel berita ( TVOne dan MetroTV) untuk mengkonfirmasi dan…

Ternyata benar… kokok ayam dengan “saatnya sudah dekat”…arak2an burung berita dimalam hari…tangisan anjing selama 2 minggu…

Mereka semua memberi tanda dan ikut merasakan sekaligus bersedih bahwa …

= SELAMAT JALAN GUS DUR =


“Dalam hidup saya hanya ada seorang lagi selain Ibu Theresa dari Kalkutta…Seorang yang sederhana… seorang bersahaja… Gurubesar KERENDAHAN HATI dan semua itu ternyata berita kepergiannya untuk selamanya…”

Rabu, 30 Desember 2009

SELAMAT JALAN GUS

TURUT BERDUKA CITA

ATAS MENINGGALNYA TOKOH BESAR INDONESIA


K.H ABDURRAHMAN WAHID ( GUS DUR )

SEMOGA TUHAN MENERIMA SEGALA AMAL DAN BUDI BELIAU DAN SEMOGA NEGERI YANG DITINGGALKAN DAN PERNAH DIPIMPIN OLEHNYA INI MENJADI JAUH LEBIH BAIK DAN MAKMUR. AMIN

=+=Kalaulah Jodoh Setahun Berlalu


Aku benar-benar menyesalkan Cintanya.

Cinta yang ternyata kutangisi belakangan ini ( lebay mode on :P ).

Aku tahu itu pahit baginya. Tapi sebenarnya lebih pahit bagiku
Aku yang tidak mampu ini...

Kalau memang jodoh pastilah bersatu pada akhirnya walau berusaha pergi kemanapun ( basi banget ya :D LOL.. )

=================

Kebaikannya tak bisa kulupakan, kebaikan yang mengundang air mataku
Itulah kebaikan selayaknya seorang kekasih

Akupun ingin memilikinya bahkan berharap menikahinya karena yakin takkan salah

Aku akan bersujud kepada ayah dan ibunya kalau cara mendapatkannya adalah kesalahan

==============

Ternyata kehancuran menghantui niat
Adat dan kebiasaan menjadi jalan untuk menjauhkannya dariku

Seperti jarak Jakarta - Siantar
Dimana tak seorangpun yang kukenal

Coba kalau hanya Medan - Belawan
Mudah bagiku menemukannya untuk menghapus rindu

++++++++++++++++++

Dulu pernah ada harap
Saat siang merayap gelap
Datang lalu terlelap
Bergegas lenyap

Ya.. dulu sekali pernah ada janji
Kata tanpa uji
Suara tanpa bunyi
Kemudian sembunyi

Mungkin dulu itu hanya permainan
Pemain dan lawan
Wasit jadi halangan
Menyisakan kehilangan

Dulu setahun berlalu
Berjalan tersendu
Riuh bergemuruh
Bersama awan tanpa langit biru


=Petrus LoyangTM=

Kamis, 17 Desember 2009

Hidup manusia seperti menapak langit.

Karena apa yg kita jalani kadang dan bahkan sering hanya dengan berbekal keberanian dan iman kita untuk terus melangkah meski didepan banyak kemustahilan dan banyak ketidakpastian.

Bahkan setelah kita menapak jalan yg tdk terlihat, kita sendiri saat menoleh ke belakang tdk bisa melihat tapak kaki sendiri. Sudah hilang. Maka terus melangkah dan terus melangkah dalam doa kita.

Kasih sayang, Kekerasan, cacian, makian, kesedihan, kesenangan, kekayaan, kemiskinan, dst… adalah bagian dari kehidupan setiap insan. Suka atau tidak, semua orang pasti merasakannya.



Tapi kenapa seorang manusia Sering berputus asa dan merasa terdiskriminasi, terpinggirkan, dan direndahkan?



Jika kita harus selalu berhadapan dengan pilihan daam menjalani hidup, maka berbahagialah… sebab hanya jiwa dan mental seorang yang kuat yang mampu menjalani sisi yang termarginalkan dan menjalani hidup yang fana ini.



Terahir adalah bagian dari perjalanan hidup.



Dan jika hidup adalah pemberian, maka terimalah…

Rabu, 16 Desember 2009

+ Berdasarkan bicara & kerja, ada 4 kwadran type bangsa :

Sedikit bicara & sedikit kerja : Anggola, Nigeria.

Sedikit bicara & banyak kerja : Jepang, Korea.

Banyak bicara & banyak kerja : USA, UK.

Banyak bicara & sedikit kerja : India.

Nah kalau Indonesia ? Lain yang dibicarakan, lain pula yang dikerjakan ...


Minggu, 13 Desember 2009

Apakah Betul 8 x 3 = 23 ??????

SalamYan Hui adalah murid kesayangan Confusius yang suka belajar, sifatnya baik. Pada suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko kain sedang dikerumunin banyak orang.

Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat.Pembeli berteriak: “3×8 = 23, kenapa kamu bilang 24?”Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata: “Sobat, 3×8 = 24, tidak usah diperdebatkan lagi..”Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata: “Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius. Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan.”Yan Hui: “Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?”Pembeli kain: “Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?”Yan Hui: “Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu.

”Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius. Setelah Confusius tau duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa: “3×8 = 23. Yan Hui, kamu kalah.. Kasihkan jabatanmu kepada dia.”Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya.

Ketika mendengar Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu dia berikan kepada pembeli kain. Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusius tapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau lagi belajar darinya.

Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. Confusius tahu isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya. Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai, dan memberi Yan Hui dua nasehat : “Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan membunuh.” Yan Hui bilang, “Baiklah,” lalu berangkat pulang.

Di dalam perjalanan tiba-tiba angin kencang disertai petir, kelihatannya sudah mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon tapi tiba-tiba ingat nasehat Confusius dan dalam hati berpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia meninggalkan pohon itu. Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui terkejut, nasehat gurunya yang pertama sudah terbukti. Apakah saya akan membunuh orang? Yan Hui tiba dirumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Sesampai didepan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan. Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya. Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Confusius, jangan membunuh. Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur disamping istrinya adalah adik istrinya.Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berlutut dan berkata: “Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?” Confusius berkata: “Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawah pohon. Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh”. Yan Hui berkata: “Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum.” Confusius bilang: “Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku.

Cobalah kamu pikir. Kemarin guru bilang 3×8=23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. Tapi jikalau guru bilang 3×8=24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan hilang 1 nyawa.

Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih penting?”Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata : “Guru mementingkan yang lebih utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar2 malu.” Sejak itu, kemanapun Confusius pergi Yan Hui selalu mengikutinya.Cerita ini mengingatkan kita:

Jikapun aku bertaruh dan memenangkan seluruh dunia, tapi aku kehilangan kamu, apalah artinya. Dengan kata lain, kamu bertaruh memenangkan apa yang kamu anggap adalah kebenaran, tapi malah kehilangan sesuatu yang lebih penting.

Banyak hal ada kadar kepentingannya. Janganlah gara-gara bertaruh mati-matian untuk prinsip kebenaran itu, tapi akhirnya malah menyesal, sudahlah terlambat.Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan.

Mundur selangkah, malah yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang.Bersikeras melawan pelanggan. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. (Saat kita kasih sample barang lagi, kita akan mengerti)

Bersikeras melawan boss. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. (Saat penilaian bonus akhir tahun, kita akan mengerti)

Bersikeras melawan istri. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. (Istri tidak mau menghirau kamu, semua harus “do it yourself”)

Bersikeras melawan teman. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. (Bisa-bisa kita kehilangan seorang teman)
(dari milis tetangga )

Sabtu, 05 Desember 2009

* Asal mula Danau Toba ( Legenda )



Beginilah dilisankan oleh para tetua,

Di tano (tanah) Batak pada jaman dahulu adalah dataran yang gersang dan tandus. Kebanyakan penduduknya hidup miskin. Di sana ada seorang pemuda bernama Luhut, seorang anak yatim piatu yang hidup dengan bertani. Untuk mengisi waktu senggang, Luhut sering menjala dan memancing di tepi sungai.

Suatu hari, Luhut pergi lagi memancing ikan. Namun hingga sore menjelang malam Luhut belum juga mendapat seekor ikan pun. Namun sewaktu hendak bersiap pulang, Luhut melihat seekor ikan besar berwarna kuning emas yang indah di dalam sungai. Luhut meletakkan kailnya dan mengambil jalanya lalu menangkap ikan tersebut yang seolah tidak berupaya menghindar. Sesampainya di rumah, karena merasa iba Luhut tidak sampai hati untuk memasak ikan tersebut. Dia hanya membiarkannya di bak air lalu pergi beristirahat.

Esok harinya, seperti biasanya Luhut pergi mengolah ladangnya dari pagi buta hingga siang hari. Ketika pulang ke rumah untuk makan, alangkah terkejutnya dia karena mendapati makanan telah tersedia di dapur kecilnya. Dengan bingung dia mencoba bertanya dalam hati siapa kira-kira yang menyediakan makanan untuknya?.
Namun rasa lapar membuatnya lupa untuk mendapatkan jawaban sebab tanpa pikir panjang, dia memakan hidangan itu dengan lahapnya. Setelah selesai, Luhut kembali ke ladangnya kemudian ke sungai untuk memancing. Makanan masih bersisa ketika malam dia kembali ke rumah.

Kejadian aneh ini berulang lagi dan lagi hingga Luhut semakin penasaran dan berniat mengetahui siapa sebenarnya orang baik yang menyediakan makanan lezat untuknya itu.

Kemudian Luhut membuat rencana, dia seolah pergi ke ladang seperti biasa padahal bersembunyi untuk mengintip siapa orang tersebut. Ketika melihat asap mengepul dari dapurnya, perlahan dia mengendap-endap untuk melihat siapakah gerangan orang yang memasuki rumahnya dan memasak?.

Alangkah terkejutnya Luhut ketika mendapati seorang wanita cantik sedang asyik menanak nasi di dapur. Luhut lalu masuk ke dalam rumahnya dan mendapati ikan yang ditangkapnya tempo hari tidak ada di tempatnya.

Dia bertanya kepada wanita tersebut, “Adakah kau melihat ikanku?” Tanya Luhut dengan perasaan cemas. Mendengar pertanyaan Luhut, wanita terkejut dan tiba-tiba terisak. Luhut jadi bingung.

Setelah berkali kali ditanya, akhirnya wanita tersebut menjawab, “Sebenarnya akulah ikan itu.”

Alangkah terperanjatnya Luhut. Dia bagaikan tidak percaya.

Seekor ikan menjelma menjadi wanita cantik.

“Benarkah demikian?” tanya Luhut.
“Memang benar. Aku adalah ikan yang kau tangkap. Namaku Butet.” Jawab wanita tersebut.

Luhut tertarik dengan kecantikan wanita tersebut dan teringat akan kesepian hidupnya.

“Wahai Butet, aku di sini hidup seorang diri. Maukan kau menjadi isteriku?” tanya Luhut.

Wanita tersebut diam.

“Kenapa kau membisu?”, tanya Luhut lagi.

Setelah sekian lama membisu, wanita tersebut menjawab, “Aku akan menjadi isterimu, dengan satu syarat”, kata wanita itu.

“Apakah syaratnya?”
“Berjanjilah untuk tidak mengucapkan atau membuka rahasia tentang asal usulku, bahwa aku adalah seekor ikan dalam keadaan apapun.”
“Baiklah,” jawab Luhut.

Dan mereka pun menikah.

Luhut dan Butet hidup bahagia dan dikaruniai dengan seorang anak yang diberi nama Tigor. Tigor yang sudah cukup besar sering membantu mengantarkan makanan kepada Luhut ketika Luhut berkerja di ladangnya.

Suatu hari, sewaktu dalam perjalanan menghantar makanan kepada Luhut, tiba-tiba Tigor merasa sangat lapar. Kemudian dia membuka bungkusan makanan yang sebenarnya untuk ayahnya dan memakannya dengan lahap sekali sehingga yang tinggal hanya tulang ikan saja. Setelah selesai memakannya, Tigor membungkus sisa makanan tersebut seperti sedia kala dan tetap mengantarkan kepada Luhut.


Luhut melihat remah nasi di pipi kanan anaknya itu dan mengusap wajah serta kepala Tigor dengan penuh rasa sayang dan terima kasih.

“ Kau pasti terburu-buru demi mengantarkan ini untuk ayah” gumam Luhut dalam hati.

Namun Bukan kepalang marah Luhut ketika membuka bungkusan dan mengetahui makanan untuknya hanya tinggal sisa tulang. Didorong oleh rasa marah, Luhut tanpa sengaja telah melanggar sumpahnya dengan berkata,
“Sungguh rakus kau ini… dasar anak ikan!” kata Luhut sambil melayangkan tangan ke pipi anaknya Tigor.

Tigor ketakutan dan berlari lari pulang ke rumah. Ia sedih karena baru saja ayahnya mengelus pipi dan rambutnya dengan sayang tetapi menamparnya kemudian. Selain itu ada hal yang membuatnya lebih sedih lagi. Sesampainya di rumah sambil menangis, dia bertanya kepada ibunya, “Ibu, betulkah aku ini anak seekor ikan?”

Butet sangat terkejut demi mendengar pertanyaan anaknya itu. Suaminya telah melanggar sumpah janjinya.

Tiba-tiba awan hitam bergulung-gulung dan seketika itu juga, langit menjadi gelap. Kilat sabung-menyabung disusul petir sambar-menyambar. Suasana semakin cemas karena angin bertiup sangat kencang kemudian, diikuti dengan hujan lebat dan badai yang bergelora.
Butet dan Tigor menghilang dari pandangan. Dari bekas telapak kaki mereka muncul mata air yang mengeluarkan air yang deras. Air itu terus mengalir sehingga seluruh kawasan hingga lembah sekitar menjadi tergenang dan tenggelam menjadi sebuah danau.
Danau itu awalnya disebut Danau Tuba, yang maksudnya danau yang tak tahu mengenal kasih. Lama kelamaan, nama Tuba berubah menjadi Toba karena aksen setempat. Jadilah kini, danau tersebut bernama Danau Toba.

Danau Toba terkenal ke penjuru dunia hingga ramai di kunjungi wisatawan asing dan kebanyakan mereka yang telah melawat tempat tersebut mengakui Danau Toba sebagai danau yang terindah di dunia.




(sebelumnya sudah di terbitkan di blog saya Cahyangkasa)

Jumat, 04 Desember 2009

* Akulah Penyamun Sirih Besar



: episode engku putri (1)


(Jampi sirih merah serapah
ia sepah ke tanah ulayah
ini marwah ini kopiah
ayo berjogetlah)


syahdan
kau tergayut di dahan hutan
aku menikam bulan dalam badan
ini malam kita bersemandian
anak bujang anak perawan
tak takut disebat rotan

andai dalam rimba
pecah tempurung sekampung
senjatanya untuk siapa
dikau mengeram saja
daku pejamkan mata
orang tua merah muka

mengajilah, nak, mengajilah!

alif-ya-wau
mengeja rajah langit
di punggung sangit
orang-orang pulau
bagai setampan pasir
mengalir ke hilir
ke ujung dayung
riwayat sebulir air

pahamkah ia
lidah kita
buta kata
kaku kayu
disekat suku
terkutukkah kita
jikalau maung melayu
di sarungku di kerudungmu
tak terbaca hantu waktu
jadi gelang tak berlengan
jadi cincin tak berjari


2).

(Jampi di tanah merah
jadi arwah ulayah
bismillah, puah!)


malam jum'at keramat
tongkang john bull merapat
suara tetawak bertinggam
memekak berdentun-dentam
kau dengar, puan
yang tumpah dari lepuh
adalah getah peluh
yang disumpah dari keluh
adalah dayung dan sauh


assalamualaikum raja jakfar
apa kabar tuan farquhar
akulah penyamun sirih besar

tamu yang bertandang itu
menjeling regalia di matamu
emas logam atau batu batu
saling memukat cemburu
aku lalu melipat traktat
menolak takluk pada adat
pada riwayat surat surat
eloknya tak ditangga
berjenjang naik ke belanda
hingga tak kena pukau
dikau riau budak galau
maka kau tak kupuja
atau usir saja ke melaka
jadi opsir bendera tua


berjanjilah untuk tak merompak
berjanjilah untuk tak memperbudak


lima puluh ribu ringgit spanyol, puan
harga masa lalu harga kopiah tengku
memilih sekutu atau memecah kufu
adalah tuan badan orang hulu
tak berumah ditanah
di air pun jadi
tak di laut terhanyut
jadi angin dalam diri


3).

(wahai, dimana marwah kopiah
aduhai, dimana ludah disepah!)

aku dan puisiku
adalah tukang samun
segala golek gelantang
di laman dan di ladang
habis dikebat di regang
jadi manikam kata-kata
jadi ayat-ayat mantera
maka sebagai sungai jantan
ia berkayuh ke gelombang
tak bermalu berdiam di tepian



kau dan tubuhmu
adalah bandar bangsawan
segala pedang berhulu panjang
berperang berebut perawan
di tiang kerajaan
di liang kematian
maka sebagai janda sultan
kau berenang ke pulau biram
tak bermalu berdiam di peraduan


alangkah cuai
bertikai tentang mahligai
tentang hujan renyai
yang lesap bersepai
di gaung malam
di ujung jam
di ruam ranjang
adalah demam bulan naik
ke memuncak bumbung
tegak alif di selembayung
bagai tak di bumi kau berayun
bagai tak di sepi kau bergulung
siapakah kita diantara mereka
hamba ataukah paduka raja
ak bersenjata tak bertakhta
dibuang jauh bagai perdurhaka



maka bismillah, puah!
jadilah cinta tanpa sejarah
maka bismillah, puah!
jadilah sejarah tanpa cinta



4).
(tanah siapa tak berkopiah, tuan
Tanahku merah bermarwah, puan)

Dan terbakarlah istana
Jerebu terbang ke Batavia
Nan terpisah dilambai jua
Nun di tanjung jejak dilupa
Di sebalik paying pusaka
Kau aku mengungkai cahaya
Sisa sebuah pagi pucat lesi
Yang terantuk patah di hati
Di tungkai kaki sebuah hari
Duh, dirumpun pandan itu
Orang singapura bawa alu
Ia cemburu kita bercumbu
Tak pakai celana baju kubu
Duh, di rimbun semak itu
Orang inggris bawa peluru
Ia cemburu kita memburu
Tak pakai mesiu masa lalu
Sebab telah tersengat jantung
Oleh madu-kelopak mendung
Di rahim hujan dan beliung
Rawa gemburmu mengandung
Kini bersiaplah kuntum jadi
Berjalin bersusun anak api
Meriap menjalar akar gelar
Ke batang kekar dahan besar
Ke rambut hijau hutan ular
Dikau mabuk bermandi daun
Daku menari tingkahi pantun
Sambutlah segantang asap ini
Secupak syair perang johor ini
Anak-anak arang akan terbang
Dari putih pedih mata kumbang
Hinggap di pucuk batang sialang
Jadi mambang jadi jembalang
Maka inilah saatnya tersesat
Melesak ke hatimu ke lukamu
Menjala telur ikan puakmu
Mencecap asam asin peluhmu
Benih negeri hikayat baru
Hikayat negeri batu-batu




5.)

(berjogetlah di tanah merah ulayah
Berjogetlah seolah sepahmu bermarwah)

Sesampainya
Di laman bermain
India dan cina pula
Ngajak kawin

Di daun tingkap
Kebayamu tersingkap
Bau lepat pulut bersantan
Pun meruap

Siapa yang tak mencium
Pedasnya rempah
Lidahmu tak dapat kulum
Sedapnya tuah

Laut tak tidur
Saat kau menyisir pasir
Aku jadi angin
Di debur yang mendesir

Maka berdiamlah
Di lipatan kitab tuan haji
Pada sesobek halaman
Yang tak berkanji

Kita bersua disana
Pada pangkal ruas ayat
Antara tuan-tuan terhormat
Yang nyelinap dalam gelap

Dalam lesung kayu
Orang kampung
Dalam setangkup nyiru
Orang tanjung

Wahai, aku ini penyamun
Mereka itu lanun
Di ujung daun sirih besar
Kami saling menyugi dammar

Maka jangan padamkan
Api nyanyi panjang
Yang menjerang perang
Di atas tumang

Sebab tak satu dua
Musuh terpiuh jatuh
Tak pula satu dua
Lawan ditawan pedang

Sebab ini bukan
Darah sultan
Tapi ini antan
Dari tuhan

Mengajilah, nak, mengajilah
Berjogetlahm mak, berjogetlah

Dan kita bertepuk tangan

Seperti menepuk kompang
Menepuk bagai tak berbunyi
Akhir dari sunyi
Bagai tak berpada-pada
Bertingkah tak berhingga
Birahi mengucap alif-ba-ta
Mula dari segala kata
* * *


Ini adalah sajak yang Pertrus Loyang suka karya Marhalim Zaini, terbit di Kompas - Petrus Loyang lupa tanggalnya
:(( - tapi sayang sekali, Petrus Loyang tidak ada ide untuk artinya. Hanya bisa meraba2 apa maksud dan inti dari sajak ini. Apalagi Petrus Loyang lemah dalam analisa kata per kata.

Tetapi Petrus Loyang berharap suatu saat nanti akan mampu membuat yang spektakuler seperti karya ini.
<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<0o0>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More