Bibi Bertangan Satu

Anak semata wayangnya benci dia. Dia tampak seolah sangat memalukan. Dia memunguti bulir padi dan buah sawit yang rontok untuk mempertahankan kehidupan mereka.

Pembunuhan Lanza

Amerika menjabat tangan anda dengan hangat tapi menyembunyikan belati dibalik punggung mereka..

Secangkir cokelat

entah, tapi ada sedih yang tersisa ... ada rasa yang tertinggal ... di ujung jari, ujung lidah, dan pelupuk mata ... entah, ada sebersit wajah, dan ubin-ubiin putih

Asal mula Danau Toba ( Legenda )

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kesendirian dalam merenung

Bening dan lembut Meliuk indah seolah bayangan Putri sungai dengan mata air kecilnya Cantik… bak teratai bermahkota mawar

Sabtu, 23 Januari 2010

Cain and abel

TUTORIAL 1

Kalian pasti sudah mendengar tentang tool ini. Ini adalah salah satu tool hacking terbaik yang ada di Windows. Dengan tool ini, kita dapat menganalisis dan meng-audit keamanan jaringan kita.

Jadi, kali ini, saya melakukan sedikit percobaan. Mungkin bagi seorang ahli, hal ini sudah bisa di bilang basi.

Tapi, ini cuma sedikit mencoba menyegarkan memori kita tentang cara untuk mendapatkan password orang lain.

Dan saya yakin semua orang sudah tahu, bahwa alat ini tidak hanya berfungsi untuk sniffing paket dalam subnet.

Tetapi, ia bekerja untuk cracking password dengan segala bentuk algoritma yang digunakan, pelacakan data, masuk ke komputer remote, dan ada hal-hal lain yang juga.

Dalam postingan ini, saya akan menunjukkan cara mudah untuk menggunakan alat ini.

Sekarang, mari kita mulai:

1. Download Cain & Abel
2. Install (Kayanya gampang banget deh..)
3. Mengkonfigurasinya dengan Card yg aktif dan jangan lupa untuk menandai “don’t use promicious
mode”
4. Masuk ke tab … “sniffer”
5. Tekan tombol “+” pada toolbar. Dan pilih untuk scan “All host in my subnet”
6. Kemudian lihat di bagian bawah, terdapat tab “APR” … klik disitu, lalu klik tombol “+” di toolbar.
7. Di bagian kiri tabel, klik tombol “APR” ..
8. Ketika IP Tabel muncul, klik IP gateway di kiri tabel. Dan pilih target pada tabel kanan. (Dalam hal ini, saya memilih semua)
9. Lalu biarkan selama beberapa detik (sampai routenya menunjukkan “full-routing“)
10. Setelah itu, klik tombol tab “password“ di bagian bawah.
11. Sekarang, kita tinggal memperhatikan semua host yang membuka url yang memerlukan
authentification.
12. Kalau sudah ketemu, klik kanan, kemudian pilih “open url“ …
13. Selesai

Rabu, 20 Januari 2010

Kado untuk Tuhan


Ada seorang bocah kelas 4 SD di suatu daerah di Milaor Camarine Sur (Filipina)yang setiap hari mengambil rute melintasi daerah tanah berbatuan dan menyebrangi jalan raya yang berbahaya dimana banyak kendaraan yang melaju kencang dan tidak beraturan.


Setiap kali berhasil menyebrangi jalan raya tersebut, bocah ini mampir ke Gereja setiap pagi hanya untuk menyapa Tuhan.Tindakannya selama ini diamati oleh seorang pendeta yang merasa terharu menjumpai sikap bocah yang lugu dan beriman tersebut.


"Bagaimana kabarmu Andoy? Apakah kamu akan ke sekolah?"


"Ya, Bapa Pendeta!" balas Andoy dengan senyumannya yang menyentuh hati Pendeta tersebut.


Dia begitu memperhatikan keselamatan Andoy, sehingga pada suatu hari dia berkata kepada bocah tersebut, "jangan menyebrangi jalan raya sendirian, setiap kali pulang sekolah kamu boleh mampir ke Gereja dan saya akan menemani kamu ke seberang jalan, jadi dengan cara tersebut saya bisa memastikan kamu pulang ke rumah dengan selamat."


"Terima kasih Bapa Pendeta "


"Kenapa kamu tidak pulang sekarang? apakah kamu tinggal di Gereja setelah sekolah?"


"Aku hanya ingin menyapa kepada TUhan..sahabatku. "


Dan Pendeta itu segara menginggalkan Andoy untuk melewatkan waktunya didepan altar berbicara sendiri, tapi kemudian si Pendeta tersebut bersembunyi dibalik altar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan Andoy kepada Bapa di Surga.


"Engkau Tahu Tuhan, ujian matematikaku hari ini sangat buruk, tetapi aku tidak mencontek walaupun temanku melakukannya. Aku makan satu kue dan minum airku, ayahku mengalami musim paceklik dan yang bisa kumakan hanyalah kue ini. Terima kasih buat kue ini Tuhan! aku tadi melihat anak kucing malang yang kelaparan dan aku memberikan kueku yang terakhir buatnya..lucunya, aku nggak begitu lapar. Lihat, ini selopku yang terakhir aku mungkin harus berjalan tanpa sepatu minggu depan. Engkau tahu sepatu ini akan rusak, tapi tidak apa-apa paling tidak aku tetap dapat pergi ke sekolah. Orang-orang berbicara bahwa kami akan mengalami musim panen yang susah bulan ini, bahkan beberapa temanku sudah berhenti sekolah, tolong bantu mereka supaya bisa sekolah lagi... Tolong Tuhan?? Oh ya, Engkau tahu ibu memukulku lagi. Ini memang menyakitkan, tapi aku tahu sakit ini akan hilang, paling tidak aku masih punya seorang Ibu. Tuhan, Engkau mau lihat lukaku?? Aku tahu Engkau mampu menyembuhkannya, disini..disini. .aku rasa Engkau tahu yang ini kan ..?? Tolong jangan marahi Ibuku ya..?? dia hanya sedang lelah dan kuatir akan kebutuhan makanan dan biaya sekolahku, itulah mengapa dia memukul kami. Oh Tuhan, aku rasa aku sedang jatuh cinta saat ini. Ada seorang gadis yang cantik dikelasku, namanya Anita.. menurut Engkau apakah dia akan menyukaiku?? Bagaimanapun juga paling tidak aku tahu Engkau tetap menyukaiku karena aku tidak usah menjadi siapapun hanya untuk menyenangkanMu. Engkau adalah sahabatku. Hei..ulang tahunMu tinggal dua hari lagi, apakah Engkau gembira?? Tunggu saja sampai Engkau lihat, aku punya hadiah untukMu. Tapi ini kejutan bagiMu. Aku berharap Engkau akan menyukainya. Ooops aku harus pergi sekarang."


Kemudian Andoy segera berdiri dan memanggil Pendeta itu, "Bapa Pendeta..Bapa Pendeta..aku sudah selesai bicara dengan sahabatku, anda bisa menemaniku menyebrang jalan sekarang!"


Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari. Andoy tidak pernah absen sekalipun.


Pendeta Agaton berbagi cerita ini kepada jemaat di Gerejanya setiap hari Minggu karena dia belum pernah melihat suatu iman dan kepercayaan yang murni kepada Allah.. suatu pandangan positif dalam situasi yang negatif.


Pada hari Natal , Pendeta Agaton jatuh sakit sehingga dia tidak bisa memimpin gereja dan dirawat di rumah sakit. Gereja diserahkan pengelolaannya kepada 4 wanita tua yang tidak pernah tersenyum dan selalu menyalahkan segala sesuatu yang orang lain perbuat. Mereka juga sering mengutuki orang yang menyinggung mereka.


Mereka sedang berlutut memegangi rosario mereka ketika Andoy tiba dari pesta Natal di sekolahnya, dan menyapa "Hallo Tuhan..Aku.. "


"Kurang ajar kamu bocah!!! tidakkah kamu lihat kami sedang berdoa??!! Keluar!!"


Andoy sangat terkejut, "Dimana Bapa Pendeta Agaton...?? dia seharusnya membantuku menyebrangi jalan raya.. dia selalu menyuruhku mampir lewat pintu belakang Gereja. Tidak hanya itu, aku juga harus menyapa Tuhan Yesus ini hari ulang tahunNya, aku punya hadiah untukNya."


Ketika Andoy mau mengambil hadiah tersebut dari dalam bajunya, seorang dari keempat wanita itu menarik kerahnya dan mendorongnya keluar Gereja.


Sambil membuat tanda salib ia berkata "Keluarlah bocah..kamu akan mendapatnya! !!"



Oleh karena itu Andoy tidak punya pilihan lain kecuali sendirian menyebrangi jalan raya yang berbahaya tersebut didepan Gereja.


Dia mulai menyebrang, ketika tiba-tiba sebuah bus sedang melaju dengan kencang disitu ada tikungan yang tidak terlihat pandangan. Andoy melindungi hadiahnya didalam saku bajunya, sehingga dia tidak melihat datangnya bus tersebut.


Waktunya hanya sedikit untuk menghindar.. dan Andoy tertabrak dan tewas seketika. Orang-orang disekitarnya berlarian dan mengelilingi tubuh bocah malang tersebut yang sudah tak bernyawa lagi.


Tiba-tiba, entah muncul darimana ada seorang pria berjubah putih dengan wajah yang halus dan lembut namun penuh dengan air mata datang dan memeluk tubuh bocah malang tersebut. Dia menangis.


Orang-orang penasaran dengan dirinya dan bertanya, "Maaf Tuan, apakah anda keluarga bocah malang ini? Apakah anda mengenalnya? "


Pria tersebut dengan hati yang berduka karena penderitaan yang begitu dalam segera berdiri dan berkata, "Dia adalah sahabatku,"


Hanya itu yang dia katakan. Dia mengambil bungkusan hadiah dari dalam baju bocah malang tersebut dan menaruhnya didadanya. Dia lalu berdiri dan membawa pergi tubuh bocah malang tersebut dan keduanya kemudian menghilang.


Kerumunan orang tersebut semakin penasaran...


Di malam Natal , Pendeta Agaton menerima berita yang sungguh mengejutkan. Dia berkunjung ke rumah Andoy untuk memastikan pria misterius berjubah putih tersebut. Pendeta itu bertemu dan bercakap-cakap dengan kedua orang tuanya andoy.


"Bagaimana anda mengetahui putera anda meninggal?"


"Seorang pria berjubah putih yang membawanya kemari," ucap ibu Andoy terisak.


"Apa katanya?"


Ayah Andoy berkata, "Dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia sangat berduka, kami tidak mengenalnya namun ia terlihat sangat kesepian atas meninggalnya Andoy sepertinya Dia begitu mengenal Andoy dengan baik. Tapi ada suatu kedamaian yang sulit untuk dijelaskan mengenai Dirinya, Dia menyerahkan anak kami dan tersenyum lembut. Dia menyibakkan rambut Andoy dari wajahnya dan memberikan kecupan di keningnya kemudian Dia membisikan sesuatu.."


"Apa yang dia katakan..?"


"Dia berkata kepada puteraku.." Ujar sang ayah "Terima kasih buat kadonya. Aku akan segera berjumpa denganmu, engkau akan bersamaku.."


Dan sang ayah melanjutkan "Anda tahu kemudian semuanya itu terasa begitu indah..aku menangis tetapi tidak tahu mengapa bisa demikian. Yang aku tahu aku menangis karena bahagia..aku tidak dapat menjelaskannya Bapa Pendeta, tetapi ketika Dia meninggalkan kami ada suatu kedamaian yang memenuhi hati kami, aku merasakan kasihnya yang begitu dalam dihatiku..aku tidak dapat melukiskan suka cita didalam hatiku. Aku tahu puteraku sudah berada di Surga sekarang, tapi tolong katakan padaku Bapa Pendeta...siapakah Pria ini yang selalu bicara dengan puteraku setiap hari di Gerejamu? anda seharusnya mengetahui karena anda selalu berada disana setiap hari..kecuali pada waktu puteraku meninggal."


Pendeta Agaton tiba-tiba merasakan air matanya menetes di pipinya, dengan lutut gemetar dia berbisik, "Dia tidak bicara dengan siapa-siapa. ..kecuali dengan Tuhan."

Selasa, 19 Januari 2010

Ibu dan tiga putrinya...

Suatu hari seorang ibu setengah tua mengadakan pesta perkawinan tiga anak gadisnya.. yang gara-gara turut nasehat orang tua untuk BELAJAR dan BELAJAR.. SEKOLAH dan SEKOLAH.. KARIR dan KARIR tapi TIDAK BOLEH PACARAN.. itu jadi kelamaan dapaet jodohnya..

Tengah malam setelah pesta perkawinan usai, si ibu kebelet kencing, pengen ke WC lewat kamar si Eka dia berhenti sejenak .. lamat-lamat dia mendengar jeritan dan tangisan dan rintihan-rintihan juga erangan yang cukup jelas.. si ibu lalu manggut-manggut saja sambil tersenyum - mengenang masa lalu.

Lewat kamar si Dwi dia mendengar suara tawa cekikikan dan canda diiringi juga dengan erangan bahagia.. si ibu pun manggut-manggut saja mengenang masa lalu. Lalu dia melewati kamar si Tri, ... lho tak terdengar suara apapun .. hanya suara emm.. emm itupun jarang dan tak jelas.. kali ini si ibu tidak manggut-manggut lagi tapi langgsung ke WC, kencing dengan kening berkerut - kenapa yach koq saya dulu tidak pernah seperti itu di malam pengantin. Keesokan harinya sambil sarapan, ibu ini bertanya pada ketiga anaknya:

ibu: Eka, kenapa tadi malam kamu menangis?
Eka: Kan ibu pernah bilang, TIDAK BAIK BERPURA-PURA, kalau merasa sakit yah menangis saja.
ibu: Oh, begitu.. kamu anak yang baik turut nasehat orang tua..

ibu: Kamu Dwi, kenapa tadi malam kamu tertawa-tawa?
Dwi: Kan ibu pernah bilang, TIDAK BAIK BERPURA-PURA, kalau merasa geli yah tertawa saja. (tak mau kalah)
ibu: Oh, begitu.. kamu anak yang baik turut nasehat orang tua..

ibu: Terus kamu Tri, kenapa tadi malam kamu koq diam saja?
Tri: Kan ibu juga kan sudah sering bilang, TIDAK BAIK BICARA KALAU MULUT SEDANG PENUH.=))

Minggu, 17 Januari 2010

Ustadz dan Sopir

Di pintu akhirat seorang malaikat menanyai seorang sopir Metro Mini.

“Apa kerjamu selama di dunia?” tanya malaikat itu.

“Saya sopir Metro Mini, Pak.”

Lalu malaikat itu memberikan kamar yang mewah untuk sopir Metro tersebut dan

peralatan yang terbuat dari emas.

Lalu datang Gus Ustadz. ”

Apa kerja kamu di dunia?” tanya malaikat kepada Gus Ustadz.

“Saya juga juru dakwah Pak…”
Lalu malaikat itu memberikan kamar yang kecil dan peralatan dari kayu. Melihat itu Gus Ustadz protes.

“Oom Malaikat, kenapa kok saya yang juru
dakwah mendapatkan yang lebih rendah dari seorang sopir Metro..?”

Dengan tenang malaikat itu menjawab:

“Begini Gus… Pada saat Pak Gus Ustadz ceramah, Bapak malah membuat
orang-orang semua ngantuk dan tertidur… sehingga melupakan Tuhan.
Sedangkan pada saat sopir Metro Mini mengemudi dengan ngebut, ia
membuat orang-orang berdoa meminta keselamatan….”

Sabtu, 16 Januari 2010

Mencius

Mencius pergi menghadap Raja Hui dari Liang. Raja dan sekaligus Guru yang mulia berkata :

"karena anda datang dari jauh, saya kira anda punya nasehat yang hebat yang akan menguntungkan kerajaan saya ?"

Mencius menjawab :
"Mengapa yang mulia bicara tentang keuntungan ? Jika seorang raja berkata : Bagaimana kerajaanku bisa memperoleh keuntungan ? Seseorang yang terhormat akan berkata : Bagaimana keluargaku bisa mendapat keuntungan ? Orang biasa juga akan berkata : Bagaimana aku bisa mendapat keuntungan ? Maka setiap orang dari kalangan atas hingga bawah akan saling bertikai demi keuntungan dan negara akan terancam."

Jawaban ini adalah sindiran Mencius bagi seorang penguasa yang selalu menghitung keuntungan yang diperoleh tanpa melihat kerugian dan ancaman yang akan diperoleh, sehingga akan mengorbankan segalanya agar mendapatkan keuntungan tersebut dan terkadang tidak sebanding dengan yang diperoleh.

Selanjutnya, Mencius berkata :
"Seperti seorang adipati dengan seribu kereta perang membunuh raja yang memiliki sepuluh ribu kereta perang. Raja dengan seratus kereta perang yang membunuh adipati degan seribu kereta perang. Seseorang akan cepat bisa puas dari sepuluh ribu / seratus dari seribu / satu dari sepuluh. Akan tetapi apabila ia mengutamakan keuntungan daripada kebenaran, maka ia tidak akan pernah puas sebelum mendapatkan segalanya."

Ungkapan ini adalah sindiran bagi orang yang serakah dan terus mencari keuntungan dan hidup dengan mengutamakan keuntungan daripada kebenaran sehingga ia tidak akan puas meskipun semuanya ia telah peroleh

Mencius berkata kembali :
"Kebajikan yang agung berasal dari kebaikan dan kebenaran. Tidak pernah orang baik mengabaikan orang tuanya. Tidak pernah ada orang benar yang mengabaikan rajanya. Oleh karena itu, yang mulia harus bicara tentang kebaikan dan kebenaran saja. Jadi, untuk apa bicara keuntungan ?

Dalam hal ini, jawaban tersebut adalah cara orang bijak yang selalu berbicara tentang kebaikan dan kebenaran saja tanpa mencari keuntungan, tetapi sebaliknya ia berbicara kebaikan dan kebenaran agar supaya dikatakan orang bijak meskipun dirinya masih berusaha melakukan hal-hal yang hanya menguntungkan dirinya yang berlebihan / tidak melakukan apa-apa ini sama saja. Jadi dia terus berbicara saja seperti orang bijak tetapi tidak pernah melakukan seperti yang dia bicarakan.

Mencius berkata :
"Ketika berbicara tentang keuntungan orang hanya memikirkan dirinya, tetapi orang yang baik dan benar akan memikirkan kebaikan bagi semua orang."

Jumat, 15 Januari 2010

@ Ubi dan Telor

Apa yg terjadi jika sebutir ubi dan sebutir telur dimasukkan ke dalam air mendidih? Apa kedua benda itu keluar dari panci panas dalam keadaan yang sama dengan keadaan sebelum digodok? Air mendidih mengubah ubi dan telur itu. Namun perubahan yg terjadi pada kedua benda itu sangat bertolak belakang. Setelah digodok telur menjadi keras. Sebaliknya, ubi menjadi lembut. Kedua benda itu berada dalam panci yg sama dan air mendidih yg sama, namun reaksi mereka berbeda. telur akan muncul dalam keadaan keras, sedangkan ubi akan muncul dalam keadaan lembut.

Dalam hidup ini ada masa dimana kita harus masuk ke dalam panci yang berisi air mendidih, yaitu musibah dan penderitaan. Dalam musibah kita merasakan betapa sakit dan nyeri digodok dalam air mendidih. Musibah dan penderitaan bisa terasa sangat kejam dan menyakitkan bagaikan menusuk tulang sumsum dan hati. Apalagi ketika musibah demi musibah datang menimpa bagaikan tak ada habisnya. Kita seperti terhempas lemaas. sambil menunduk dan menarik nafas panjang kita bertanya lirih, “Oh, Tuhan, mengapa ini harus terjadi?” Namun kenyataan adalah kenyataan. Musibah itu sudah atau sedang terjadi. Jadi yang lebih mendesak bukanlah persoalan mengapa musibah ini terjadi, melainkan bagaimana menghadapinya.

bagaimana bisa melewati dan mengatasi musibah ini. Bagaimana bisa survive dalam dan dari musibah ini. Jika musibah dan penderitaan merupakan ibarat digodok dalam panci, soalnya adalah bagaimana kita bisa ke luar dan dalam keadaan bagaimana kita akan ke luar dari panci itu. Apakah kita akan keluar sebagai telur ataukah sebagai ubi? Di sinilah terlatak dampak yg paling mendasar dari suatu penderitaan atau musibah. Dari waktu ke waktu tiap orang mengalami penderitaan dan musibah. Tetapi cara orang ke luar dari penderitaan atau musibah berbeda-beda. Ada orang yang ke luar dari musibah dalam keadaan yang sangat tertekan. Mukanya selalu suram. ia menyendiri. Hidupnya menjadi pahit dan getir. Sikapnya terhadap orang lain menjadi kaku. Ia menjadi keras. ia ibarat telur yg setelah ke luar dari air mendidih menjadi keras. Sebaliknya, ada orang yg setelah ke luar dari musibah justru menjadi bijak dan matang. Ia merasa damai dengan dirinya. sikapnya hangat dan ramah. Ia tersenyum dan menyapa. ia menjadi lembut. Ia ibarat ubi yang setelah digodok justru menjadi lembut.

Dampak itu bisa begitu berbeda, sebab pandangan dan ketahanan orang terhadap penderitaan dan musibah berbeda-beda. Pengarang Surat Yakobus menulis, ……turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi……sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yg telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yg pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan. Menurut Yakobus kuncinya adalah bertekun. orang yg mau bertekun (Yunaninya:upomonen , artinya :tabah,bertahan, setia,bertekun) dalam penderitaan adalah orang yg berbahagia. “Kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yg telah bertekun. Ada seseorang yang mengalimatkan kaitan ini secara lebih rinci:”Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan”. Malang tak dapata ditolak, mujur tak dapat diraih. Penderitaan dan musibah tidak dapat dihindarkan. Itu adalah bagian hidup. Hidup adalah ibarat roda, sebentar di atas, sebentar di bawah. Hidup ini ada enaknya dan ada tidak enaknya, yaitu masuk dalam panci dan digodok dalam air mendidih.

Soalnya, apakah kita akan ke luar dari panci panas itu sebagai telur rebus yg keras ataukah sebagai ubi yang lembut? Apakah kita akan ke luar dari sebuah musibah sebagai orang yang kaku dan keras ataukah sebaliknya, sebagai orang yang berhati lembut? Agaknya, dalam suatu musibah kita boleh belajar berbisik, :Tuhan, biarlah saya menjadi seperti ubi…. seperti sebutir ubi rebus yang lembut, hangat dan manis….

Minggu, 10 Januari 2010

#Penebang Pohon

Ada seorang saudagar kaya raya dan rendah hati ingin memberi pekerjaan kepada seorang petani yang kuat. Suatu hari dipanggillah seorang petani tersebut,

"Wahai bapak yg memiliki tubuh yg sangat kuat, aku ingin memberimu hadiah 1000 keping emas, tapi ada syaratnya."

“Apa syaratnya tuan?” Tanya sang petanni.

“Saya akan memberikan 1000 keping uang emas kepadamu jika kamu mampu menebang 1000 pohon di kebunku dalam waktu 100 hari, jika dalam 100 hari kamu menebang pohon kurang dari itu maka hadiah tersebut tidak akan aku berikan” jawab sang saudagar.

Wow ...berarti dengan menebang sebatang pohon dia akan dibayar dengan sekeping uang emas? Dengan modal badan yang kuat dan kapak yang tajam serta impian untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya, sang petani menyanggupi, “ Saya akan melakukannya tuan.”

Syarat itu berusaha dipenuhi dengan diperlihatkan keberhasilannya menebang 20 pohon dengan mudah di hari pertama, setelah itu sang petani itu pun pulang untuk istirahat sambil membawa kapak yg digunakan menebang pohon tersebut.

Sang petani berpikir apabila di hari pertama saja sudah berhasil menebang 20 pohon, hampir bisa dipastikan jika syarat itu pasti terpenuhi.

Ternyata setelah tiba hari ke-100 syarat itu "gagal" terpenuhi karena sang petani hanya mampu menebang 500 pohon.

Lalu dimana letak kegagalannya? ??
Padahal tubuh sang petani kuat dan semangatnya begitu tinggi?
Apakah karena tidak terbiasa menebang pohon?
Tapi di hari pertama kan sudah berhasil menebang 20 pohon?
Jadi kalau dihitung khan 100 x 20 = 2000 pohon?
Bahkan seharusnya bisa selesai dalam 50 hari?
Lalu dimana letak kesalahannya? ??

Setelah diteliti secara detail akhirnya di temukanlah sebuah kesalahan yg sangat fatal, yaitu sang petani itu hanya mengandalkan kekuatannya dia menggunakan kapaknya setiap menebang pohon secara terus-menerus dan lupa mengasahnya sehingga hari demi hari kapak itu menjadi tumpul dan tidak setajam ketika hari pertama.

Apabila kisah di atas kita hubungkan dengan kehidupan kita...ternyata masih banyak diantara kita yang melakukan kesalahan yang sama dengan yang dilakukan sang petani tersebut.

Sang petani sebenarnya sudah bagus, dia berani mengambil tantangan sang saudagar dan menggapai impian 1000 keping emas untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya. Karena berapa banyak orang yang tidak berani mengambil tantangan dan menggapai impian yang besar. Mereka mempunyai prinsip hidup seperti air mengalir saja. Tidak perlu tujuan dan cita-cita yang besar. Dan sang petani tidak seperti itu, dia berani menggapai impian yang besar dan berani membayar harganya.
Tetapi impian besar dan semangat tinggi tidak cukup…

Kita mempunyai cita-cita dan impian yang besar…
Menjadi manusia yang SUKSES dalam segala hal…
Sukses dalam karir dan bisnis …
Sukses menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang banyak…



Itu semua adalah impian dan cita-cita yang besar...
Semakin besar impian pasti semakin sulit mencapainya,
Dan pasti akan menghadapi tantangan dan masalah yang besar
Tapi kita lebih suka menjadi orang yang tidak suka perubahan.
Kita malas mengasah kemampuan diri kita…

Manusia adalah makhluk yang kompleks…
Banyak hal yang harus diasah untuk mencapai impiannya…
Mengasah kesehatan fisik kita dengan berolahraga
Mengasah kemampuan berpikir dengan banyak membaca dan belajar
Mengasah ruhani kita dengan beribadah
Mengasah jiwa kita dengan memberikan cinta dan kasih sayang kepada orang lain
Mengasah kemampuan skill dengan berlatih dan beraktivitas
Mengasah kemampuan berbisnis kita dengan belajar kepada orang sukses
Mengasah kepemimpinan kita dengan memimpin diri sendiri dan keteladanan
Mengasah kesadaran kita dengan banyak merenung dan bermuhasabah
Mengasah semangat kita dengan berkumpul bersama orang-orang positif

OK… AMBIL TANTANGAN…. DAN JANGAN LUPA ASAH KAPAK ANDA !!!



Kamis, 07 Januari 2010

#Laki-laki dengan Cinta yang luar Biasa

Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.

Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!

Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.

Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?

Nania terkesima.

Kenapa?

Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.

Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!

Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

Tapi kenapa?

Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.

Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.

Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!

Cukup!

Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.

Mereka akhirnya menikah.

***

Setahun pernikahan.

Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.

Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.

Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.

Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!

Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.

Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.

Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?

Rafli juga pintar!
Tidak sepintarmu, Nania.

Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan. Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.

Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.

Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli!
Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.

Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.

Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..

Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.

Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.

Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.

Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!

Tak imbang!

Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

***

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.

Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!

Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.

Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

Baru pembukaan satu. Belum ada perubahan, Bu. Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.

Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.

Masih pembukaan dua, Pak! Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.

Bang? Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.

Dokter?

Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.

Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat?

Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.

Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.

Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.

Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.

Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.

Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.

Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

***

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.

Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.

Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..

Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.

Nania, bangun, Cinta? Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.

Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,

Nania, bangun, Cinta? Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.

Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.

Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.

Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?

Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.

Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.

Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.

Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.

Baik banget suaminya! Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!

Nania beruntung! Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.

Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!

Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.

Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.

Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya
Waktu telah membuktikan segalanya.

Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

Sabtu, 02 Januari 2010

BERSAHABAT DENGAN RESIKO

Sudah menjadi tradisi turun temurun, bahwa orangtua membiarkan - bahkan memberikan kesempatan kepada anak-anak laki-laki untuk melakukan tindakan yang mengandung resiko tinggi dengan dalih membuat mereka kelak menjadi laki-laki pemberani. Dilain pihak, anak-anak perempuan diajarkan untuk selalu menaati peraturan dan bertindak sesuai dengan tata krama atau sopan santun yang berlaku dalam masyarakat.

Tanpa disadari, perempuan pun mulai membangun dinding disekelilingnya untuk menciptakan lingkaran yang aman dan nyaman (comfort zone) bagi kehidupannya. Bahkan perempuan yang sudah sukses dalam pekerjaannya seringkali membatasi diri dalam mengambil resiko, jika hal tersebut berarti mereka harus keluar dari zona kenyamanan.

Besar kecilnya zona kenyamanan tergantung dari tiap-tiap individu. Semakin sedikit resiko yang berani diambil dalam hidup sehari-hari, semakin sempit lingkaran zona kenyamanan seseorang. Demikian juga sebaliknya, semakin banyak resiko yang berani diambil, semakin lebar zona kenyamanan yang diciptakan. Keberanian mengambil resiko ini tergantung pada kebiasaan masa kecil.

Secara otomatis laki-laki akan memiliki zona kenyamanan yang lebih lebar dari perempuan. Akibat pola pendidikan yang diterimanya, perempuan menciptakan pembatasan-pembatasan diri yang akan `melarangnya' melakukan tindakan beresiko. Namun sesuai dengan kemajuan jaman, di era modern sekarang ini makin banyak perempuan yang berani dan penuh percaya diri keluar dari lingkaran tradisional yang mengungkungnya.

Sebuah bukti nyata bahwa perempuan MAMPU untuk merubah hidupnya jika mereka MAU merubah sikap, keluar dari zona kenyamanan dan menantang diri untuk mendobrak dinding-dinding pembatasan diri yang sudah diciptakannya.

Setiap langkah mengandung RESIKO didalamnya. Kalau selama ini kita belajar (dan diajarkan) untuk takut terhadap resiko dan selalu menghindarinya, sekarang adalah waktu untuk beralih menjadi bersahabat dengan resiko. Karena resiko adalah sebuah kesempatan untuk mengubah diri dan memperlebar zona kenyamanan. Karena resiko adalah kemauan untuk mencoba perilaku atau pola pikir yang baru dan berbeda. Semakin banyak resiko yang kita ambil, semakin besar kesempatan kita untuk berhasil. Dan semakin banyak keberhasilan yang kita alami, akan membangkitkan kepercayaan diri yang makin tinggi.

Jadikanlah pengalaman menghadapi resiko sebagai pengalaman yang menyenangkan. Tanamkan dalam diri Anda bahwa setiap kali Anda merasa takut dalam melangkah atau merasa tidak nyaman akan suatu keadaan, Anda sedang tumbuh. Anda sedang mempelajari hal yang baru tentang Anda sendiri, bagaimana Anda menyesuaikan diri dan memahami potensi diri dengan lebih baik lagi.

Jadi sekali lagi - kalau biasanya kita memandang Resiko sebagai halangan dan rintangan yang mencegah kita meraih keberhasilan, mulai sekarang mari kita jadikan Resiko sebagai sahabat dan teman seperjuangan. Mengambil resiko adalah kesempatan untuk membangun rasa percaya diri dan menampilkan diri di mata orang lain sebagai sosok yang perlu diperhitungkan.

Anda akan mengenali resiko-resiko besar saat Anda menemuinya, karena Anda akan dapat merasakannya. Anda akan merasa nervous, takut sekaligus bergairah yang akan menyebabkan ketegangan pada perut Anda, mungkin anda juga akan merasa pusing. Anda mungkin berperang melawan diri sendiri karena ingin lari menjauh darinya.

Semakin berat beban yang Anda rasakan, besar kemungkinannya Anda sedang menghadapi Resiko yang sangat penting yang harus Anda ambil karena dia adalah langkah berikutnya menuju kesuksesan.

Ada pepatah mengatakan:
Behind every successful Man is a Woman…
Behind every successful Woman is Herself.

Selamat bersahabat dengan Resiko.


TETAP SEMANGAT DAN SUKSES

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More