Bibi Bertangan Satu

Anak semata wayangnya benci dia. Dia tampak seolah sangat memalukan. Dia memunguti bulir padi dan buah sawit yang rontok untuk mempertahankan kehidupan mereka.

Pembunuhan Lanza

Amerika menjabat tangan anda dengan hangat tapi menyembunyikan belati dibalik punggung mereka..

Secangkir cokelat

entah, tapi ada sedih yang tersisa ... ada rasa yang tertinggal ... di ujung jari, ujung lidah, dan pelupuk mata ... entah, ada sebersit wajah, dan ubin-ubiin putih

Asal mula Danau Toba ( Legenda )

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kesendirian dalam merenung

Bening dan lembut Meliuk indah seolah bayangan Putri sungai dengan mata air kecilnya Cantik… bak teratai bermahkota mawar

Sabtu, 29 Juni 2013

Waktu Seks Agar Hamil


Setiap pasangan pasti ingin segera punya anak. Namun, ada beberapa pasangan yang belum dikarunia anak meski sudah menikah bertahun-tahun.

Bisa jadi saat ini belum rezeki Anda. Mungkin memilih waktu yang tepat untuk berhubungan seks bisa menjadi solusi meski masalah sebenarnya harus diketahui dengan jelas.

Seperti dikutip dari babymed, waktu terbaik untuk seorang istri agar cepat hamil adalah dengan melakukan hubungan seks sekali selama sehari, atau 4-5 hari sebelum masa subur itu datang.

Sejatinya, tidak ada waktu terbaik untuk bercinta jika ingin meningkatkan peluang agar segera hamil.

Berbagai penelitian membuktikan, peluang untuk hamil dapat meningkat, bila :

  1. Berhubungan seks setiap hari sekali, jika jumlah spermanya baik-baik saja.
  2. Berhubungan seks sesering mungkin selama masa subur
  3. Berhubungan seks sekali sehari, selama dua hari sebelum masa subur itu datang.

Seperti dilansir babymed, Jumat (28/6/2013), bercinta setelah masa subur tidak akan membuat seorang wanita hamil.

Untuk meningkatkan peluang hamil, perlu hubungan seks secara teratur sepanjang siklus masa subur.

Indonesia akan Kehilangan Laut Seluas Yogya


Setelah kehilangan laut yang luas karena Sipadan dan Ligitan, Indonesia kembali akan kehilangan lautnya seluat wilayah Kesultanan Yogyakarta di perairan sebelah utara Pulau Batam atau Barat P. Bintan. Potensi kehilangan ini akibat batas laut Singapura dan Malaysia akan bertambah jika kedua negara sudah sepakat soal garis batas laut mereka.

Seperti diketahui, kedua negara sudah berhasil menambah wilayah mereka dengan tambahan gugusan pulau tak bertuan yang dipersengketakan di laut Cina Selatan. Sengketa sejak tahun 1979 itu berawal dari saling klaim atas keberadaan tiga pulau karang yang sebenarnya lebih dekat dengan Indonesia yaitu Pulau Batu Putih ( Pedra Branca ), Karang Tengah dan Karang Selatan.

Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Pedra Branca milik Singapura dan Karang Tengan jatuh ke tangan Malaysia, sementara Karang Selatan belum ada yang memilikinya. Keputusan itu diambil pada 2008 lalu setelah kedua negara sepakat menyelesaikannya pada 1998 melalui Mahkamah Internasional dan mendaftarkannya pada 2003.

Indonesia sebenarnya lebih berhak atas gugusan karang itu dan dapat mengajukan klaim terutama untuk Karang Selatan karena selain belum ada pemiliknya, juga karena wilayah itu lebih dekat dengan Indonesia, lagipula kita berkewajiban mempertahankan setiap jengkal milik kita baik di darat maupun laut.

Dasar klaim Indonesia juga lebih kuat dibanding kedua negara yang mengaku jiran itu jika dasar yang digunakan adalah jarak dari wilayah terdekat karena Pulau Karang Selatan hanya 7 Mil Laut* dari Pulau Bintan (Kepri), sedangkan Malaysia (Johor) 10 Mil Laut bahkan Singapura jaraknya lebih jauh lagi, 21 Mil Laut.

Menurut Hukum Laut Internasional PBB, Sebuah negara diperbolehkan mengajukan klaim atassuatu wilayah yang tidak jelas kepemilikannya dan wilayah laut teritorial sebuah negara ditetapkan dari titik terluar dari pulau terluar sebuah negara. Sesuai konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982 dimana Indonesia adalah salah satu penyusunnya karena Indonesia adalah negara kepulauan terluas di dunia.

Dengan bertambahnya pulau Singapura dan Malaysia, maka Indonesia dipastikan akan terkena dampak langsung. Meskipun Singapura dan Malaysia sampai saat ini masih memberdebatkan garis timur perbatasan kedua negara di sekitar pulau karang itu.

Sementara Indonesia diharapkan segera sadar dan secepatnya ikut masuk arena dalam mengklaim pulau karang Selatan yang masih tersisa demi mencegah kehilangan yang lebih besar. Kesigapan dan kepekaan pemerintah dalam mejaga wilayahnya diperlukan dan tidak menunggu lagi.

Jika pemerintah melalui Kemenlu tidak segera mengajukan klaim, maka seperti yang disebutkan sebelumnya, Indonesia berpotensi kehilangan wilayah laut seluas lebih dari Kesultanan Yogyakarta. Karena efek batas laut Singapura dan Malaysia akan otomatis bertambah sesuai keberadaan pulau terluar mereka.

Jika Philipina saja berani bersengketa dengan negara besar China, adakah kita perlu membangkitkan duet Adam Malik dan Mochtar Kusumaatmaja?

Tapi bagaimana mungkin? Gara gara asap aja minta maaf?
;
;

Jumat, 28 Juni 2013

Korupsi Berjamaah dan Pemberantasannya



Kata di atas sangat identik dengan negara kita. Siapa yang bisa menghitung kasus korupsi yang ada di Indonesia? Puluhan? Ratusan? Atau, bahkan, ribuan? Eri Riana Pamungkas, mantan wakil ketua KPK, berbagi cerita tentang pemberantasan korupsi dengan para calon penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Angkatan 2.

Sebelum memulai pembahasan mengenai korupsi, Bapak Eri menekankan pentingnya kepemimpinan etis. Definisi etis sendiri sering menjadi membingungkan dan disamakan dengan nilai dan moral. Namun, sesungguhnya ketiga kata ini memiliki makna yang berbeda. Menurut Pinnell dan Eagan, nilai adalah inti dari keyakinan seseorang yang mengarahkan dan memotivasi sikap dan perbuatan orang tersebut. Sementara itu, moral merujuk kepada kepercayaan seseorang tentang apa yang benar dan salah. Moral berfungsi sebagai evaluasi personal dari nilai dan perilaku serta menjadi sistem alarm internal.
Etik sendiri merujuk pada standar yang mengindikasikan bagaimana seharusnya sikap orang berdasarkan nilai dan prinsip kebenaran tertentu. Etik berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan benar dan salah, serta komitmen untuk melakukan apa yang benar. Dua komponen penting dalam etik adalah prudence dan virtue. Prudence berarti melakukan sesuatu yang benar karena itu adalah hal yang tepat sementara virtue berarti melakukan sesuatu yang benar karena itu adalah hal yang baik. Kedua hal ini menghasilkan keputusan etis. Kepemimpinan etis sudah menjadi hal yang cukup langka dan pemupukan sikap ini bisa jadi solusi awal dalam memberantas korupsi.
Salah satu solusi lainnya adalah dengan mencegah perbuatan korupsi sendiri. Pencegahan dapat dimulai dari mengenali resiko kemungkinan terjadinya korupsi. Donald Cressey, seorang kriminologis, pada tahun 1950, melakukan penelitian mengenai apa yang mendorong orang untuk melakukan perbuatan kriminal. Dari hasil penelitiannya, dia mencetuskan suatu teori yang disebut sebagai the fraud triangle.

Tiga elemen kunci dari the fraud triangle adalah kesempatan, motivasi, dan rasionalisasi. Kesempatan untuk melakukan korupsi muncul saat ada akses terhadap aset tertentu. Kesempatan tercipta akibat kontrol internal yang rendah dan manajemen yang buruk. Motivasi, atau sering disebut juga sebagai insentif, adalah tekanan atau kebutuhan yang dirasakan oleh pelaku korupsi. Motivasi dapat berupa finansial (hutang dan keinginan untuk menjadi lebih kaya lagi) serta non-finansial (tekanan rekan kerja lainnya). Terakhir, para pelaku korupsi mungkin akan merasionalisasi bahwa korupsi adalah hal yang sah-sah saja dengan berbagai alasan. Rasionalisasi yang umum digunakan adalah bahwa pelaku berhak mendapatkan hasil korupsi tersebut.
Ketiga elemen inilah yang perlu diwaspadai. Dengan mencegah kemungkinan terjadinya hal tersebut, korupsi dapat diberantas sampai akarnya. Namun, tentunya pemberantasan yang dilakukan juga harus dijaga keberlanjutannya. Di sinilah masyarakat memiliki peran penting sebagai pengawas independen. KPK sendiri memiliki sistem whistleblower dimana seseorang dapat melaporkan tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam organisasi tempat dia bekerja dan dia memiliki akses informasi yang memadai mengenai tindak pidana korupsi tersebut. Pengaduan dapat dilakukan melalui sistem daring (online) di laman Komisi Pemberantasan Korupsi dengan mengakses tautan berikut http://kws.kpk.go.id/. Ingat, berani jujur, hebat!
Referensi:
1. Pinnell, PS dan Eagan, SC. (1995). Exploring ethical leadership [Dokumen PDF]. Diambil dari bahan kuliah West Virgina University http://www.wvu.edu/~exten/infores/pubs/fypubs /wl352.pdf.
2. Kassem, R dan Higson, A. (2012). The new fraud triangle model. Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences 3(3): 191-195.
3. The Lebanese Association of Certified Public Accountant. (2009). The fraud triangle and what you can do about it. The Certified Accountant. Diambil dari http://www.lacpa.org.lb/Includes/Images/Docs/TC/TC363.pdf.

Sabtu, 22 Juni 2013

Sedekah Rakyat Miskin Untuk ARB


Keluarga Abu Rizal Bakrie (ARB) sedang berbunga bunga dengan keberhasilanPartai Golkar mengendalikan  Koalisi Setgab pendukung pemerintah di Parlemen. Harus diakui kemampuan dan pengalaman Golkar sejak Orde Baru hingga kini masih yang paling lihai diantara semua partai di Indonesia saat ini.
Celakanya, kelihaian politisi Partai itu sering digunakan bukan untuk kepentingan rakyat yang lemah melainkan hanya untuk kepentingan politik kelompok, orang  per orang, bersifat sesaat dan cenderung sesat.
Tuduhan ini sebenarnya  tidak bersifat baru sebab sejak lama sepak terjang Golkar hingga kini masih menggunakan pola yang sama "tidak jauh dari kekuasaan, urusan rakyat belakangan".

Kejadian politik terakhir menjadi bukti bagaimana Partai Golkar mengendalikan koalisi dalam rapat paripurna DPR dengan "mengunci" dukungan penuh agar disetujuinya UU RAPBN-P 2013 usulan pemerintah. Terlepas dari penolakan yang gigih dari opposisi dan mahasiswa serta buruh, Golkar berhasil menonjolkan isu kenaikan BBM dengan kompensasi BALSEMnya.
Topik  panas dan sensitif seputar kenaikan BBM dan keberadaan BLSM telah membuat Demokrat dan PKS sibuk saling sikut, sementara PDIP dan Pemerintah saling adu argumen yang masuk akal untuk menyelamatkan anggaran negara.
Ditengah hiruk pikuk ini, Golkar yang benar benar mengendalikan pemerintahan SBY dan koalisinya secara diam diam berhasil memasukkan "anggaran untuk lumpur Lapindo" tanpa sempat ditentang pihak Opposisi. Skak Mat!!!.

Koalisi dengansadar atau tidak telah melegalkan uang rakyat untuk membiayai bencana lumpur di Sidoarjo yang diakibatkan  kerakusan dan keteledoran pihak Lapindo  Brantas.

PDIP sejauh ini mengaku kecolongan oleh anggaran untuk BPLS yang seperti siluman itu hingga menjadi legal dengan disahkannya UU APBN-P 2013 melalui mekanisme voting. Anggaran untuk lumpur Lapindo sebenarnya tidak menjadi masalah yang besar mengingat pos anggaran untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sudah ada pada tahun tahun sebelumnya. Masalahnya adalah dengan anggaran yang ada dan tersedia, dengan jumlah puluhan milliar Rupiah, nasib para korban terdampak lumpur Sidoarjo belum juga jelas setelah bertahun -tahun.
Hak masyarakat korban dampak lumpur sampai saat ini masi banyak yang  belum terpenuhi sesuai janji dari pihak Bakrie melalui PT. Lapindo Brantas selaku yang bertanggung jawab. Alokasi anggaran untuk BPLS sejauh ini tidak jelas penggunaaanya  mengingat aksi masyarakat yang menjadi korban sering membuat proses penanggulangan terhenti karena diblokir warga.

Aksi pemblokiran ini patut dianggap sebagai kegagalan keluarga Bakrie memenuhi tanggung jawab mereka dan mengingatkan kita bahwa masih banyak warga yang belum mendapatkan hak mereka.

Bencana Lapindo di Sidoarjo telah mengundang penggunaan uang negara sesuai Pasal 9 APBNP 2013 yang berisi pengalokasian dana negara sebesar Rp 155 miliar untuk penanggulangan Lapindo sepertinya  tidak diketahui seluruh pimpinan DPR.

Dalam Pasal 9 UU APBN Perubahan 2013 mengalokasikan dana sebesar Rp 115 miliar untuk pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak lumpur Lapindo pada 3 desa, yang meliputi Desa Besuki, Desa Kedungcangring, dan Desa Pejarakan. Juga meliputi 9 rukun tetangga di 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi.

Sementara, berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Komisi V, terdapat dana anggaran untuk BPLS tahun anggaran 2014 sebesar Rp 845,1 miliar, yang telah diajukan dalam pagu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada Rabu 19 Juni lalu. Dana itu telah mendapat persetujuan dari Komisi V DPR yang ditandatangani Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PAN Laurens Bahang Dama.

Dengan membebani uang negara sedemikian besarnya, ARB tanpa beban moran masih bersikukuh mencalonkan diri sebagai Presiden 2014 mendatang melalui kendaraan partai Golkarnya. Jika kelak ia terpilih, bukankan ada kemungkinan lebih banyak uang negara habis untuk menutupi semua kerugian yang diakibatkan perusahaan keluarga Bakrie itu? 

Jika itu terjadi, maka sekali lagi negara akan seperti lumbung kas dan sedekah untuk Abu Rizal  Bakrie. Secara logika, uang yang sudah dikeluarkan, baik itu untuk kerugian perusahaan di Sidoarjo, untuk iklan kampanye pribadi dan sebagainya, harus kembali, meski itu uang negara, uang rakyat dan tentunya melalui cara yang legal di DPR nanti. 

Adakah kita akan membiarkan sedekah untuk Bakrie?
;
;

Kamis, 13 Juni 2013

Marty Nata Amatiran di Jeddah



Pemerintah Indonesia kali ini dipermalukan sendiri oleh perwakilannya di Jeddah melalui KJRI yang tidak sigap dan terkesan amatiran. Sementara Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa harus mempertanyakan kembali kapasitasnya sebagai diplomat senior di Pejambon.

Memang benar, Marty dan Menkopolhukam Djoko Suyanto masih sibuk berkabung atas kepergian negarawan Taufiq Kiemas pada saat bersamaan. Namun bukan berarti tidak ada koordinasi diantara Duta Besar dan Konjen di Jeddah terkait amnesti yang ditawarkan pemerintah Arab Saudi bagi pendatang “haram” kepada keduanya.

Antisipasi bagi membludaknya saudara kita di seantero Saudi ke Jeddah tidak ada dalam perkiraan Kementrian Luar Negeri menunjukkan dengan jelas betapa minimnya perhatian pemerintah bagi para pahlawan devisa kita selama ini. Perhatian yang dimaksud selain kondisi dan situasi para calon pemohon pemutihan status, maupun dari segi jumlah mereka para TKI/TKW yang sebenarnya telah berada disana selama ini dan terkatung-katung.

Amnesti yang diberikan kerajaan Saudi adalah angin segar sekaligus harapan bagi mereka untuk pulang dan atau mungkin bekerja kembali di negeri petrodollar itu. Ketika setitik harapan dan angin segar yang diharapkan segera tersedia di depan mata dan kemudian mengalami “intimidasi”, maka dapat dibayangkan kondisi mental mereka ibarat bensin ditengah percikan api. Mudah terbakar….

Intimidasi yang dimaksud adalah selain perlakuan kasar dari petugas yang konon dari kerajaan Saudi, juga dari berlikunya proses yang masih harus mereka hadapi dari kantor perwakilan pemerintah mereka sendiri. Pemerintah yang selama ini mereka harapkan tapi tidak mampu berbuat apa-apa akan kenyataan dan keberadaan mereka yang terkatung katung.

Mulai dari isu suap dan uang pelicin, harga yang bervariasi dan tidak sama untuk dokumen SPLP yang sama, cuaca yang tidak mengenal iba dan antrean yang tidak kunjung berkurang membuat mereka seketika frustasi dan benar benar berada diluar kendali mereka sendiri.

Pembakaran diluar tembok KJRI Jeddah dapat disangka sebagai bentuk pelampiasan amarah yang selama ini terpendam bagi pemerintah di Jakarta dan Pejambon (Kemenlu) khususnya. Meskipun Menkopolkukam Djoko Suyanto lebih mudah menuduh ada provokasi diantara para pengantre yang berujung pada kematian seorang nenek tua, namun pemerintah seperti tidak melihat akar permasalahan sebenarnya. Akumulasi kemarahan dari pungli, pengabaian hingga perhatian yang tidak manusiawi seperti terabaikan.

Mengenai amatirnya keberadaan KJRI di Jeddah mungkin dapat dimaklumi jika jumlah mereka yang hanya puluhan harus melayani puluhan ribu saudara sebangsa mereka. Dan kita tidak menyalahkan hal itu. Yang disayangkan adalah dimana Kemenlu dan Kemenpolhukam selama ini yang seolah tidak mengetahui jumlah mereka yang nasibnya sedang terbengkalai???

Jika benar pemerintah mengetahui jumlah pasti para TKI yang “tertawan” di negeri asing, lalu mengapa mereka tidak dapat mengantisipasi lonjakan yang demikianmassive ketika ada “pengampunan” dari penguasa setempat?  pun pula jika pemerintah mengetahui akan ada lonjakan yang berpotensi antrian demikian besar, mengapa kemenlu tidak menambah personil yang bertugas sekalian membenahi sistem prosedur pembuatan SPLP?

Pertanyaan yang mudah memang, tapi begitu sulit jika pemerintah hanya ingin mempermalukan diri sendiri dimata dunia Internasional.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More