“PELAJARAN MEMBACA UNTUK MAGGIE”
Maggie Gregory mendapat julukan ibu rumah tangga terpuji di sepanjang Clegg Street . Aroma masakannya yang sedap selalu tercium dari ruang dapurnya pada jam makan malam. Setiap tiga minggu sekali, ia membuat roti dengan tangannya sediri.
“Aku takkan pernah membeli roti ditoko,” begitu selalu katanya
Maggie juga pandai memasak.Semuanya dibuat sendiri.Ia tak pernah membeli makanan kalengan. Ia juga tak pernah menggunakan tang pembuka kaleng
Maggie punya tiga orang anak, semuanya bersekolah. Harry suaminya yang baik hati bekerja di pabrik gelas milik Yarrok. Tetangganya selalu berkomentar tentang hal baik yang dilakukannya.
“Aneh sekali , bukan,” sahut Nyonya Baines. “Maggie Gregory bekerja tanpa henti. Dan ia juga pergi kegereja tiap Minggu dengan membawa Al-kitab,dia selalu membawa Al-kitab, padahal dia’kan tidak bisa membaca! Dia tak bisa membaca satu huruf pun!”
Bapa O’Flaherty adalah seorang pendeta dikota kecil itu. Pada suatu siang ia mengunjungi keluarga Gregory.
“Anda seorang istri dan ibu yang baik, serta rajin ,Nonya Gregory,” ujar Bapa O’Flaherty kepada Maggie. “Mengapa Anda tidak bisa membaca?”
“ Ibuku meninggal waktu aku berumur delapan tahun,” ungkap Maggie.” Aku satu-satunya anak perempuan dikeluargaku. Aku diharuskan mengerjakan rumah tangga. Aku tak pernah belajar membaca.”
“Tapi Anda harus belajar agar bisa membaca,”saran Bapa O’Flaherty.”Anda datang ke gereja, tapi tak bisa membaca Al-kitab.”
“Apa itu penting ,Bapa?”
“Anda harus bisa membaca,” ujar Bapa O’Flaherty dengan nada marah. “Seorang wanita seperti Anda harus dapat membaca.”
Kemudian, anak laki-laki Maggie, Timothy, baru tiba dari sekolah. Usianya baru 12 tahun.
“Ah, Timothy,” Sapa pendeta itu. “aku ingin kau melakukan sesuatu untukku .”
“Apa itu ?” tanya timothy.
“Aki ingin kau mengajarkan ibumu membaca.”
“Akan kucoba ,Bapa.”
“Coba!” Protes Pendeta itu. “Tidak cukup mencoba saja. Semua orang dapat mencoba . Aku ingin kau mengajar ibumu membaca.Kau mengerti ?”
“Ya , Bapa.”
“Mulailah dengan buku-buku yang mudah dimengertio,”lanjut Pendeta itu. “Dua minggu lagi aku akan kembali,anakku.Jika ibumu masih tetap tidak bisa membaca,. kau akan mendapat kesulitan!”
“Aku akan mengajarkannya ,Bapa.”
“ini uang sepuluh sen untukmu,” ucap Pendeta itu lagi . “ Belilah beberapa bungkus permen untukmu sendiri.Tapi ingat, aku akan kembali dua minggu lagi.”
Selama dua minggu berikutnya ,Timothy berusaha mengajarkan ibunya membaca.tapi ibunya tak pernah punya waktu untuk duduk dan beristirahat. Timothy terus –terusan membuntutinya hingga ke penjuru rumah mengajarkannya kata-kata seperti ‘kucing’ dan ‘anjing’.
“Biarkan ibumu sendiri,” kata ayah Timothy. “Ia tak perlu membaca. Ia seorang ibu rumah tangga yang baik.itu sudah cukup.”
Namun Timothy tetap mengajarkan ibunya setiap hari. Ia tak pernah menyerah. Ia takut akan Bapa O’Flaherty.
Hari terakhir tiba. Timothy memberikan ibunya pelajaran terakhir menjelang tengah malam. Maggie mengambil sebuah buku dan membaca tulisan dihalaman pertama dihadapan Timothy.
“Bagus sekali ,Bu.” Komentar Timothy. “sekarang coba baca terbalik!”
Tapi Maggie menaruh kembali bukunya. Ia berjalan menuju dapur dan mengambil sebuah kaleng berisi cokelat bubuk. Pada kaleng itu tertera sebuah tulisan. Ia membacanya dihadapan Yimothy.
“Untuk menghasilkan citarasa cokelat yang lezat , gunakan du kali lebih banyak dari takaran gula…” selanjutnya Maggie mengamati kaleng –kaleng yang lain dan membaca tilisan yang tertera disana.
“Stop! – stop!” Sela Timothy tiba –tiba
Tapi Maggie tak berhenti. Ia mengambil Alkitabnya dan membacakannya pelan-pelan untuk Timothy.
“Apa yang terjadi ?”teriak ayah Timothy.
“Ibu,”Jawab Timothy. “Kemarilah, Ayah. Tolonglah aku. Ibu terus menerus membaca.”
Harry Gregory cepat-cepat menuruni tangga dan menuju dapur. Maggie tidak menatapnya.Ia kelihatan sibuk membaca.
“Kau lihat’kan apa yang telah kau lakukan kepada ibumu ?” tuduh Harry Kepada anak laki-lakinya. “ Ia dulu ibu rumah tangga terbaik dijalan ini. Apa yang akan terjadi nantinya ?”
Bapa O’Flaherty datang mengunjungi Maggie keesokan harinya. Ia tampak puas dengan hasil kerja Timothy. Maggie tampak keasyikan membaca majalah dan hanya berbicara sepatah dua patah kata kepada Pendeta itu.Setelah itu , banyak hal yang berubah. Makanan keluarga Gregory sering terlambat dihidangkan, dan rasanya tidak sebaik dulu. Maggie selalu melewatkan waktu dengan membaca. Ia baru pergi tidur lewat jam dua belas malam. Dan ia telah menghamburkan banyak uang untuk membeli majalah. Harry tidak menyukainya.
“Majalah-majalah itu mahal harganya. Kau harus pergi keperpustakaan agar bisa memijam buku-buku dengan gratis,” ujar suaminya menganjurkan.
“ Tapi buku-buku diperpustakaan tebal-tebal. Buku-buku- yang tebal sangat sulit untuk dipahami,” elak Maggie.
Maggie membawa pulang buku pinjaman pertamanya dari perpustakaan. Harry menimang-nimangnya. Sangat berat memang.
Maggie menyelesaikan membaca buku itu dalam waktu sehari dua malam. Pada malam kedua , Harry merasa kedinginan, lalu turun kebawah. Dilihatnya Maggie masih membaca.
“Sebentar lagi aku akan naik,”katanya. “ Ada satu halaman lagi yang harus kuselesaikan.”
“Kemarin kau juga bilang begitu,” keluh Harry.Lalu ia kembali kekamar.
“Ada apa, Yah?” tanya Timothy.
Harry menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ibumu tidak henti-hentinya membaca!”
Maggie mengunjungi perpustakaan setiap hari. Tak lama sesudahnya ia membaca dua buku dalam sehari.
Sekarang Maggie tak lagi punya waktu untuk pekerjaan untuk rumah tangganya. Makanan-makanan yang dimasaknya sering gosong. Maggie memutuskan membeli makanan kalengan. Ia selalu menggunakan tang pembuka kaleng.
“ Kapan lagi kau akan memasak makanan buatanmu sendiri ?” tanya Harry jengkel.
* * *
Suatu hari dimusim dingin, Bapa O’Flaherty mengunjungi keluarga Gregory. Saat itu Maggie sedang membaca. Ia duduk dekat perapian, Namun tak dinyalakannya perapian itu.Ia malah menggunakan mantel berukuran besar.
“Anda lihat apa yang anda lakukan kepada istriku , Bapa ?”Keluh Harry. “dulu ia seorang ibu rumah tangga yang andal. Lalu anda berbicara dengannya. Sekarang ia menghabiskan sepanjang waktunya untuk membaca.”
“Kalau begitu kita harus bicara lagi dengannya,” sahut pendeta itu.
Beberapa hari kemudian, Harry berbicara kepada Maggie.
“Aku pria yang adil, Maggie,”ujarnya.
“Bapa O’Flaherty dan aku ingin membuat perjanjian yang adil denganmu.Kau harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan benar setiap minggunya.Kau mengerti? Tentu saja, kau dapat membaca selama sejam atau dua jam setiap malamnya, tapi makanan harus disajikan tepat pada waktunya.Kecuali hari kamis kau boleh membaca sepanjang harinya.”
Maggie menyetujuinya. Tiap Rabu malam , ia menyajikan makanan untuk dihidangkan hari Kamisnya. Lalu saat hari Kamis tiba, ia menghabiskan sepanjang hari itu untuk membaca. Pagi harinya ia membaca dirumah, namun pada siang hari yang terik ia pergi kelapangan dekat gereja dan membaca disana.
* * *
Minggu- minggu berikutnya, semua kembali berjalan seperti sedia kala. Lalu, pada suatu sore, Harry tergesa-gesa menemui Bapa O’Flaherty bersama dengan Timothy.
“Ada masalah apa lagi?” tanya Bapa O’Flaherty.
“ Kami harus berbuat apa lagi,Bapa?” tanya Harry. “Maggie tidak mau lagi membaca buku apapun. Ia bilang semua buku tidak lagi menarik untuknya. Ia akan menulis buku sendiri ! Seisi rumah kami penuh dengan pensil-pensil dan kertas-kertas!”
“Istri anda akan menulis buku ?” tanya Bapa O’Flaherty terheran-heran.”takkan ada seorangpun yang mau membacanya.”
“Tapi apa yang harus aku lakukan sekarang ,Bapa? Hal ini lebih buruk dari membaca. Maggie tidak pernah mendengarkan apa yang kami katakan.Ia tidak pernah menjawab pertanyaan-pertanyaan kami.”
“Tak usah melakukan apa-apapun,” saran pendeta itu akhirnya.”Istri Anda seorang yang istimewa!”
Harry dan Timothy pulang kerumah tanpa saling berkata-kata.
“Makananya belum disiapkan,Yah.” Kata Timothy. “Bantulah aku memasaknya.”
“ Akan memakan waktu bertahun tahun sampai Ibumu menyelesaikan tulisannya,”Harry mengeluh sedih.
“ Jika tulisannya sebaik massakannya ,Yah, penantian kita tidak akan sia-sia,” ucap timothy dengan penuh rasa bangga.
Judul asli : Maggie’s First Reader.
Karya : Bill Naughton.
Alih Bahasa : Dina Mardiana- majalah Femina
0 komentar:
Posting Komentar