Senin, 04 November 2013

Belajar menjadi Nazwa

Bagaimana menuliskan kisah atau berita tentang seseorang yang tidak anda sukai dan memberitakan hal hal yang tidak anda kuasai?

Tantangan menjadi netral dan objektif adalah masalah personal setiap orang karena kita biasanya hanya ingin mendengar apa yang kita ingin dengar dan melihat apa yang kita ingin lihat. Jika kita sekedar menuliskan opini akan sesuatu hal, membahasnya dari sudut pandang kita, maka tantangan diatas mungkin tidak berlaku selama kita memiliki data dan basis sumber yang memadai.
Nah, bagaimana jika menjadi penebar berita saja anda tidak bisa objektif sementara anda ingin menjadi pemimpin redaksi seperti Nazwa Shihab misalnya?

Nothing personal, just a good business.
Seorang penulis berita, terutama pemimpin redaksi media arus utama harus belajar secara perlahan tentang bagaimana sebuah berita disebarluaskan. Bukan hanya mengatur isi berita yang redaksional dan mudah dimengerti para pembaca atau pendengar, tapi juga bagaimana berita itu akan mendapatkan opini.

Kendalanya adalah kembali seperti pertanyaan paling awal, bagaimana jika kita memberitakan tentang orang atau kelompok yang tidak kita sukai?

Pikirkanlah bahwa anda hanya sekedar membuat  tulisan yang menyenangkan, bukan masalah pribadi atau pendapat anda tentang  orang tersebut melainkan hanya membuat berita yang harus didengar orang lain. Ibarat seorang pemburu perompak dalam film bajak laut selalu berprinsip, bukan masalah pribadi tapi hanya  untuk saling menguntungkan.  Anda mendapat berita yang menarik dan orang itu masuk dalam liputan anda.

Demikian pula jika berita itu tidak anda sukai, tapi harus diberitakan. Misalnya anda tidak suka soal kesuksesan duet Jokowi - Ahok, tapi setiap media harus memberitakan keberhasilan mereka untuk menyaingi kompetitor  dalam mendapatkan pembaca dan pemasang iklan. Tidak ada pilihan bagi anda selain ikut memberitakan tentang mereka karena para pelanggan anda akan kabur ke lain media jika anda malah hanya memberitakan kegagalan mereka yang mungkin sulit diterima umum.
 Artinya anda harus menulis cerita yang menarik minat umum meskipun berlawanan dengan pendapat pribadi anda.

Seorang pemimpin redaksi tidak punya tempat untuk menonjolkan pendapat pribadinya meskipun ia mampu menggiring opini publik sesuai sudut pandang yang ia punyai.

Dalam menuliskan berita, kita para pemimpin redaksi atau watawan maupun admin kompasiana, misalnya, hanya bisa mengubah istilah "good business" menjadi "good Stories".
Nothing personal, just a good story...
Yang penting ceritanya menarik, jangan main hati... kira kira begitu bahasa gaulnya.

Lalu bagaimana cara kita membuat berita tentang orang yang kita tidak sukai dan menuliskan tentangnya dalam sebuah karya tulis yang memungkinkan dibaca orang tanpa menyakgkutkan tulisan itu dengan affiliasi media tertentu?

Itulah gunanya media sosial seperti blog pribadi atau kompasiana misalnya. Bisa juga Facebook dan twitter. Disana anda bisa menulis sesuka hati dengan segala subjektifitas yang bisa anda kemukakan lalu membuat opini lengkap dengan data yang tidak bisa dibuktikan tapi penuh argumentasi yang meyakinkan.

Itulah gunanya opini, bukan reportase. Kecuali anda punya programa eksklusif untuk mengorek keterangan seperti Oprah Show, ILC atau Mata Nazwa yang sering menjadi patokan orang tentang bagaimana sesuatu/seseorang itu seharusnya dalam posisi berita. Di programa semacam itu, anda bisa membuat pertanyaan yang bisa subjektif tapi tidak terlihat menonjol untuk kemudian menggiring opini publik sesuai keinginan anda.

====
Anehnya, dari tadi saya menulis panjang lebar sementara saya sendiri tidak mengerti apa yang saya tuliskan. Hanya menulis dan saya perlu membaca tulisan saya ini untuk mengerti apa maksud saya sebenarnya hahaha.... oooppppsss!!!

Nothing personal, just a good stories?!!!

Salam opini
;
;

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More