Kamis, 05 September 2013

Dibalik Usul Jalan Soeharto Untuk Melukai Atau?


Lima belas tahun memang waktu yang sudah cukup untuk melupakan kesalahan seorang Soeharto, meskipun itu terlalu menyiksa. Tetapi  bagi sebagian kecil mereka yang menikmati gelimang harta dan gemilang tahta ketika Soeharto berkuasa, waktu selama itu seperti sudah berabad silam. Mereka yang awalnya malu malu mengungkap keberadaan mereka di ranah umum sekarang sudah terang terangan unjuk diri bahwa mereka adalah pemuja penguasa Orde Baru itu.

Sebenarnya Pak Harto yang meninggal 27 Januari 2008 lalu masih segar dalam ingatan sebagian kita saat ini, meskipun ketika dia berkuasa kita mungkin belum tahu siapa itu Suharto dengan segala kekayaan yang super mewah di sekitar pendukung kekuasaannya. Artinya, tahun 2013 ini pemuja Soeharto baru kehilangannya baru lima tahun saja.

Mungkin sebelum waktu menghilangkan jejak Soeharto dalam ingatan mereka, maka kini besar upaya yang dilakukan untuk mengesahkan keberadaan seorang diktator yang tersenyum itu. Setelah gagal menjadikannya sebagai Pahlawan, kini Soeharto diusulkan sebagai nama jalan.

Para pengusul nama jalan Soeharto ini benar benar seperti tiran yang tidak memperhatikan masalah perasaan mereka yang lebih banyak. Penulis tidak tahu persis seberapa besar pendukung Soeharto dan berapa jumlah yang anti dengannya, namun terlihat bagaimana rakyat kebanyakan seperti alergi mendengar nama 'the smiling General' itu.

Semasa hidupnya, Soeharto memang pernah diseret ke pengadilan untuk kasus korupsi, namun kasusnya tidak pernah diputus karena dokter menyatakan Soeharto menderita kerusakan memori yang membuatnya tak bisa diadili. Sampai akhir hayatnya dia berstatus tersangka, sebelum Jaksa Agung akhirnya memutuskan menghentikan penuntutan atas perkara Soeharto.

Para korban penculikan dan korupsi yang dilakukan keturunan serta sanak saudara termasuk para birokrat ketika dia berkuasa harusnya tidak berusaha melukai perasaan masyarakat yang teraniaya dengan Orde Barunya Soeharto.

Ada yang diculik, dirampas tanah leluhurnya, dirampas hak politik serta kebebasannya, uang negara seoalh uang pribadi, dan masih banyak lainnya berkategori pelanggaran HAM, adalah alasan kenapa Soeharto jatuh dari kursi istana sana. Tentu dipicu krisis dan gejolak ekonomi pada masa 1998 berdarah itu.

Usulan nama Soherto sebagai jalan, dengan dalih rekonsiliasi dan mendekatkan penguasa Orde Baru itu seperti yang dikemukakan politisi Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, Senin, 2 September 2013 (seperti dikutip banyak media).

Masalahnya, adakah orang dari keluarga Soeharto meminta maaf atas nama beliau (ketika masih hidup dan sampai sekarang) kepada mereka yang teraniaya secara terbuka? Atau adakah negara meminta maaf atas pelanggarah HAM yang dilakukan oleh Presiden selama 32 tahun itu?

Benar, belum ada keputusan dari pengadilan bahwa dia (Soeharto) dinyatakan  bersalah, tetapi bukankan setiap upaya pengadilan selalu dihalang-halangi oleh mereka yang ada di lingkaran kekuasaan dan politik pasca kejatuhan Soeharto - terutama politisi dari kalangan Golkar dan pecahannya? Lalu bagaimana ada keputusan kalau tidak ada pengadilannya?

Saya tidak membenci Soeharto dan tidak punya alasan untuk itu, tapi jika namanya dijadikan sebagai nama jalan, saya khawatir bukan rekonsiliasi yang didapat malah perpecahan semakin sulit dielakkan...

Disisi lain, sepertinya ada upaya mempertahankan dan memperkuat ketokohan nama Soeharto dan membersihkan namanya secara perlahan sebagai investasi politik masa depan. Dengan menjadikan Soeharto sebagai seolah orang suci tak berdosa, maka para penerus partai tertentu tidak akan kekurangan sosok pemersatu dan penguat seperti Bung Karno saat ini.
Kalau ini yang terjadi, silahkan saja berinvestasi...politik.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More