Minggu, 14 April 2013

Pe(jabat)Malas Mundur, Jokowi - Ahok Disalahkan?


Saya kurang mampu memahami jalan pikiran busuk seorang Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Ahmad Husein Alaydrus yang menuding Jokowi dan Ahok secara bias atas mundurnya beberapa pejabat teras di DKI dari posnya.

Meskipun mundurnya Sekretaris Daerah (Sekda) Fadjar Panjaitan dan Wali Kota Jakarta Barat Burhanuddin dengan alasan nyaleg dan keduanya mengaku tidak memiliki masalah dengan kepemimpinan Jokowi-Ahok, masalah ini menjadi amunisi "gelap mata" legislator asal Partai Demokrat itu.

Menyalahkan Jokowi - Ahok atas kinerja mereka yang militan dan tidak kenal santai hingga menyebabkan pejabat pemalas berguguran dengan alasan masing masing sangat kontraproduktif dengan pesona keduanya dihadapan masyarakat DKI.

Pejabat yang terbiasa duduk manis di belakang meja sambil dilayani para "pembantu" bergelar Sarjana hingga Profesor mungkin akan terkena "gegar Budaya" hingga tidak kuat dengan kondisi yang membutuhkan penyesuaian yang ekstrim untuk mengimbangi cara Jokowi Ahok.

Bagi masyarakat, dimanapun di Indonesia ini, tidak butuh pejabat yang ongkang2 kaki seolah raja tak bermahkota. Dengan mengundurkan diri, daripada menjadi seonggok daging tak berguna tapi tetap menikmati gaji dari pajak rakyat, akan lebih baik bagi yang bersangkutan.

Jika ada kesempatan yang hilang karena berkurangnya peluang mengeruk uang negara dari proyek-proyek yang tidak pro-rakyat, maka lebih baik juga bagi mereka yang berjiwa korup untuk menjauhi pemerintahan ala Jokowi - Ahok.

Ahmad Husein Alaydrus atau yang biasa dipanggil Habib Husein memang kurang mengikuti perkembangan jaman di DKI karena penduduk Jakarta saat ini adalah yang dilayani oleh mereka yane merasa punya jabatan.

Pernyataan Habib Husein inilah yang tidak bisa dimengerti, apalagi dipahami oleh penulis, karena cara berpikir yang dipakai oleh sangat tidak lazim bagi seorang yang terpelajar.

"Saya kira begitu (kemunduran). zaman Sutiyoso dan Foke, ini tidak pernah terjadi,"(tempo.co)

 "Dalam aturannya, camat-lurah itu direkomendasikan wali kota dan disahkan gubernur, bukan lelang seperti itu," ujarnya.(masih di tempo.co)

Habib yang juga menyoroti  proses lelang jabatan camat-lurah menilai telah memotong satu generasi birokrat sehingga ada keresahan di kalangan aparatur pemerintahan. Disisi lain, Habib berharap Jokowi-Ahok segera berbenah serta mengubah gaya kepemimpinan menjadi lebih kalem dan tertib.

Soal lelang jabatan ini memang masih ada pro-kontra, tapi penjelasan yang diberikan oleh Guberdur dan Wakilnya diberbagai kesempatan perihal ini sangat  mudah untuk dimengerti sehingga cara berpikir dan telinga sang Habib perlu dipertanyakan.

Soal kepemimpinan, seperti kita ketahui gaya kepemimpinan yang "Kalem dan Tertib"  seperti Foke dan Bang Yos terbukti tidak bisa membenahi Jakarta dan birokrasinya. Dibutuhkan pemimpin yang "ugal-ugalan" untuk menyadarkan pejabat MALAS agar mau bekerja dan melayani rakyat.

Semoga Habib Husein menggunakan pikirannya dengan baik dan benar sehingga tidak terkesan membabi buta.

.
.
=SachsTM=

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More